A. Defenisi HIV /AIDS
Acquired immunodeficiency syndrome sindrom defisiensi imun atau didapat
(AIDS) adalah penyakit dari sistem kekebalan tubuh manusia yang
disebabkan oleh human immunodeficiency virus (HIV). AIDS adalah singkatan dari acquired immunedeficiency syndrome,
merupakan sekumpulan gejala yang menyertai infeksi
HIV. Infeksi
HIV disertai gejala infeksi
yang oportunistik yang diakibatkan adanya penurunan kekebalan tubuh akibat
kerusakan sistem imun. Sedangkan HIV adalah singkatan dari Human Immunodeficiency Virus.
AIDS pertama kali diakui
oleh US Centers for Disease Control dan Pencegahan pada tahun 1981 dan
penyebabnya, HIV, yang diidentifikasi pada awal tahun 1980.
Meskipun pengobatan
untuk AIDS dan HIV dapat memperlambat perjalanan penyakit, saat ini belum ada
vaksin atau obat. ART mengurangi mortalitas baik dan morbiditas infeksi HIV,
tetapi obat ini mahal dan rutin akses terhadap pengobatan antiretroviral tidak tersedia
di semua negara. Karena kesulitan dalam mengobati infeksi HIV, mencegah infeksi
adalah tujuan kunci dalam mengendalikan pandemi AIDS, dengan organisasi
kesehatan mempromosikan seks aman dan jarum program pertukaran dalam upaya
untuk memperlambat penyebaran virus.
B.
Sejarah
penyebaran virus Human Immunodeficiency Virus
Penyebaran
Human Immunodeficiency Virus (HIV) mulai pada pertengahan hingga akhir 1970-an,
tetapi dianggap ada di Afrika selama bertahun-tahun. Kasus pertama diketahui di
Afrika tengah tetapi kematian disalahkan pada tuberkulosis dan penyakit lain.
Penelitian epidemiologi penyakit HIV dimulai pada 1981 setelah perjangkitan
pertama suatu bentuk kanker yang jarang, sarkoma Kaposi, dan pneumonia Pneumocystis
carinii di beberapa kota di AS.
Pada
1982, Centers for Disease Control and Prevention (CDC), di Atlanta, AS,
mendefinisikan sindrom kanker dan penyakit menular sebagai Acquired Immune
Deficiency Syndrome (AIDS): sebagaimana pengertian tentang gejala lanjutan
infeksi HIV muncul dan terjadi perubahan pada diagnosis, definisi AIDS CDC
beberapa kali diubah. Pada 1983, virus penyebab AIDS dikenal di Perancis: pada
awalnya diberi nama HTLV-III atau LAV dan kemudian diubah menjadi HIV.
Epidemi
HIV/AIDS, selama dua dasawarsa belakangan ini, telah menyebar ke lebih 190
negara di semua benua. UNAIDS memperkirakan bahwa, pada akhir 2000, ada 36,1
juta orang yang hidup dengan HIV/AIDS, dengan 90 persen di negara berkembang.
Sejarah Perkembangan HIV/AIDS di Indonesia
Rupanya
era globalisasi saat ini menyebabkan dunia tampak semakin kecil, negara tidak
mempunyai batas-batas lagi. Perpindahan penduduk menjadi begitu mudah, demikian
juga dengan HIV, bisa berpindah dari satu negara ke negara lainnya dengan leluasa
hingga akhirnya sampai ke Indonesia. Kasus HIV/AIDS pertama di Indonesia
diidentifikasi di Bali pada seorang laki-laki asing yang kemudian meninggal
pada April 1987. Akan tetapi, penyebaran HIV di Indonesia meningkat setelah
tahun 1995. Hal ini dapat dilihat pada tes penapisan (screening) darah donor
yang positif HIV meningkat dari 3 per 100.000 kantong pada 1994 menjadi 16 per
100.000 kantong pada tahun 2000. Peningkatan 5 kali lebih tinggi dalam waktu 6
tahun.
Sejak tahun 1999 terjadi fenomena baru penyebaran HIV/AIDS yaitu infeksi HIV mulai terlihat pada para pengguna Narkoba suntik. Penularan pada kelompok ini terjadi secara cepat karena penggunaan jarum suntik bersama. Sebagai contoh, pada tahun 1999 hanya 18% pengguna narkoba suntik yang dirawat di Rumah Sakit Ketergantungan Obat (RSKO) Jakarta yang terinfeksi HIV. Akan tetapi pada tahun 2000 angka tersebut meningkat dengan cepat menjadi 40% dan pada tahun 2001 menjadi 48%.Fakta baru pada 2002 menunjukkan bahwa penularan infeksi HIV juga telah meluas ke rumah tangga. Di beberapa wilayah di Jakarta dilaporkan bahwa sekitar 3% dari 500 ibu hamil yang dites secara sukarela dalam kegiatan VCT (Voluntary Counseling and Testing) sudah terinfeksi HIV.Jadi, semua jenis penularan HIV ada di negara kita dan sudah mengenai siapa saja bahkan hingga ke ibu rumah tangga dan bayi yang dikandungnya
Sejak tahun 1999 terjadi fenomena baru penyebaran HIV/AIDS yaitu infeksi HIV mulai terlihat pada para pengguna Narkoba suntik. Penularan pada kelompok ini terjadi secara cepat karena penggunaan jarum suntik bersama. Sebagai contoh, pada tahun 1999 hanya 18% pengguna narkoba suntik yang dirawat di Rumah Sakit Ketergantungan Obat (RSKO) Jakarta yang terinfeksi HIV. Akan tetapi pada tahun 2000 angka tersebut meningkat dengan cepat menjadi 40% dan pada tahun 2001 menjadi 48%.Fakta baru pada 2002 menunjukkan bahwa penularan infeksi HIV juga telah meluas ke rumah tangga. Di beberapa wilayah di Jakarta dilaporkan bahwa sekitar 3% dari 500 ibu hamil yang dites secara sukarela dalam kegiatan VCT (Voluntary Counseling and Testing) sudah terinfeksi HIV.Jadi, semua jenis penularan HIV ada di negara kita dan sudah mengenai siapa saja bahkan hingga ke ibu rumah tangga dan bayi yang dikandungnya
C. Epidemiologi
HIV/AIDS
UNAIDS dan WHO
memperkirakan bahwa AIDS telah membunuh lebih dari 25 juta jiwa sejak pertama
kali diakui tahun 1981, membuat AIDS sebagai salah satu epidemik paling
menghancurkan pada sejarah. Meskipun baru saja, akses perawatan antiretrovirus
bertambah baik di banyak region di dunia, epidemik AIDS diklaim bahwa
diperkirakan 2,8 juta (antara 2,4 dan 3,3 juta) hidup pada tahun 2005 dan lebih dari setengah juta (570.000) merupakan
anak-anak. Secara global, antara 33,4 dan 46 juta orang
kini hidup dengan HIV. Pada
tahun 2005, antara 3,4 dan 6,2 juta orang terinfeksi dan antara 2,4 dan 3,3
juta orang dengan AIDS meninggal dunia, peningkatan dari 2003 dan jumlah terbesar sejak tahun 1981.
Adanya infeksi
menular seksual
(IMS) yang lain (misal GO, klamidia), dapat meningkatkan risiko penularan HIV
(2-5%). HIV menginfeksi sel-sel darah sistem imunitas tubuh sehingga semakin lama daya
tahan tubuh
menurun dan sering berakibat kematian.
HIV akan mati dalam air mendidih/ panas kering (open) dengan suhu 56oC
selama 10-20 menit. HIV juga tidak dapat hidup dalam darah yang kering lebih dari 1
jam, namun mampu bertahan hidup dalam darah yang tertinggal di spuit/
siring/ tabung suntik selama 4 minggu. Selain
itu, HIV juga tidak tahan terhadap beberapa bahan kimia seperti Nonoxynol-9, sodium klorida dan sodium hidroksida.
Menurut
WHO Global Summary of the AIDS epidemic 2009 mengatakan bahwa jumlah orang yang
terjangkit virus HIV mencapai 33,3 juta orang dan yang meninggal akibat
penyakit AIDS pada tahun 2009 mencapai 1,8 juta orang .
Para ahli epidemiologi Indonesia memproyeksikan bila tidak ada
peningkatan upaya penanggulangan yang berarti, maka pada 2010 jumlah kasus AIDS
menjadi 400.000 orang dengan kematian 100.000 orang, dan pada 2015 menjadi
1.000.000 orang dengan kematian 350.000 orang. Kebanyakan penularan tetap
terjadi pada sub-populasi berperilaku berisiko kepada isteri atau pasangannya.
Diperkirakan pada akhir 2015 akan terjadi penularan HIV secara kumulatif pada
lebih dari 38,500 anak yang dilahirkan dari ibu yang HIV positif.
D.
Etiologi
AIDS disebabkan oleh virus yang mempunyai beberapa nama
yaitu HTL II, LAV, RAV. Yang nama ilmiahnya disebut Human Immunodeficiency
Virus ( HIV ) yang berupa agen viral yang dikenal dengan retrovirus yang
ditularkan oleh darah dan punya afinitas yang kuat terhadap limfosit T.
Transmisi infeksi HIV dan AIDS terdiri dari lima fase
yaitu :
·
Periode jendela.
Lamanya 4 minggu sampai 6 bulan setelah infeksi
·
Fase infeksi HIV primer akut.
Lamanya 1-2 minggu dengan gejala flu likes illness.
·
Infeksi asimtomatik.
Lamanya 1-15 atau lebih tahun dengan gejala tidak ada.
·
Supresi imun simtomatik.
Diatas 3 tahun dengan gelaja demam, keringat malam hari,
berat badan menurun, diare, lemas.
·
AIDS.
Lamanya bervariasi antara 1-5 tahun dari kondisi AIDS
pertama kali ditegakkan. Didapatkan infeksi
oportunis berat dan tumor pada berbagai system tubuh, dan manifestasi
neurologist.
E.
Patofisiologi
Hasil penelitian meunjukan bahwa penyebab Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS)
Adalah human Immunodeficiency virus (HIV) , yang melekat dan memamsuki limfosit
T helper CD4+. Virus tersebut menginfeksi limfosit CD4+ dan sel-sel imunologi
lain, dan orang itu mengalami destruksi sel CD4+ secara bertahap . sel – sel
ini , yang memperkuat dan mengulang respon imunologi , diperlukan untuk
mempertahankan kesehatan yang baik , dan bila sel- sel tersebut berkurang dan
rusak , maka fungsi imunologi lain mulai terganggu.
Hiv dapt pula menginfeksi makrofak, sel- sel yang dipakai
virus untuk melewati sawar darah otak masuk kedalam otak . fungsi limfosit B
juga terpengaruh, dengan peningkatan produksi immunoglobulin total sehubungan
dengan penurunan produksi antibody spesifik. Dengan memburuknya system imun
secara progresif, tubuh menjadi semakin rentan terhadap infeksi oportunis dan
juga berkurang kemampuanya dalam memperlambat replikasi HIV. Infeksi HIV
dimanifestasikna sebagi penyakit multi system yang dapat bersifat dorma selam
bertahun – tahun sambil menyebabkan imunodefisiensi secara bertahap. Kecepatan
perkembangan dan manifestasi klinis dari penyakit ini bervariasi dari orang ke
orang.
F.
Katogeri Klasifikasi HIV/AIDS
Sejak 1 januari 1993, orang-orang dengan keadaan yang
merupakan indicator AIDS (kategori C) dan orang yang termasuk didalam kategori
A3 atau B3 dianggap menderita AIDS.
- Kategori
Klinis A ( Gejala Ringan )
Mencakup satu atau lebih keadaan ini
pada dewasa/remaja dengan infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang sudah
dapat dipastikan tanpa keadaan dalam kategori klinis B dan C
- Infeksi
Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang simptomatik.
- Limpanodenopati
generalisata yang persisten ( PGI : Persistent Generalized
Limpanodenophaty )
- Infeksi
Human Immunodeficiency Virus (HIV ) primer akut dengan sakit yang
menyertai atau riwayat infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang
akut.
- Kategori
Klinis B ( Gejala Sedang )
Contoh-contoh keadaan dalam kategori
klinis B mencakup :
- Angiomatosis
Baksilaris
- Kandidiasis Orofaring/ Vulvavaginal
(peristen,frekuen / responnya jelek terhadap terapi
- Displasia Serviks ( sedang / berat karsinoma serviks
in situ )
- Gejala konstitusional seperti panas ( 38,5o
C ) atau diare lebih dari 1 bulan.
- Leukoplakial
yang berambut
- Herpes
Zoster yang meliputi 2 kejadian yang bebeda / terjadi pada lebih dari satu
dermaton saraf.
- Idiopatik
Trombositopenik Purpura
- Penyakit
inflamasi pelvis, khusus dengan abses Tubo Varii
- Kategori
Klinis C ( Gejala Hebat )
Contoh keadaan
dalam kategori pada dewasa dan remaja mencakup :
- Kandidiasis bronkus,trakea / paru-paru, esophagus
- Kanker
serviks inpasif
- Koksidiomikosis
ekstrapulmoner / diseminata
- Kriptokokosis
ekstrapulmoner
- Kriptosporidosis
internal kronis
- Cytomegalovirus
( bukan hati,lien, atau kelenjar limfe )
- Refinitis
Cytomegalovirus ( gangguan penglihatan )
- Enselopathy
berhubungan dengan Human Immunodeficiency Virus (HIV)
- Herpes
simpleks (ulkus kronis,bronchitis,pneumonitis / esofagitis )
- Histoplamosis
diseminata / ekstrapulmoner )
- Isoproasis
intestinal yang kronis
- Sarkoma
Kaposi
- Limpoma Burkit , Imunoblastik, dan limfoma primer
otak
- Kompleks mycobacterium avium ( M.kansasi yang
diseminata / ekstrapulmoner
- M.Tubercolusis pada tiap lokasi (pulmoner /
ekstrapulmoner )
- Mycobacterium,
spesies lain,diseminata / ekstrapulmoner
- Pneumonia
Pneumocystic Cranii
- Pneumonia
Rekuren
- Leukoenselophaty
multifokal progresiva
- Septikemia
salmonella yang rekuren
- Toksoplamosis
otak
- Sindrom
pelisutan akibat Human Immunodeficiency Virus ( HIV)
Gejala Utama /Mayor :
1.
selalu merasa lelah
2.
demam yang berlangsung
lebih dari 3 bulan, keringat malam,
4.
bercak keunguan pada kulit
yang tidak hilang-hilang,
7.
TBC
Gejala Mayor
3.
pembengkakan kelenjar pada
leher atau lipatan paha
4.
batuk kronis selama lebih
dari 1 bulan
5.
munculnya herpes zoster
berulang dan bercak – bercak gatal diseluruh tubuh
Dampak yang timbul akibat epidemi
HIV/ AIDS
dalam masyarakat adalah : menurunnya kualitas
dan produktivitas SDM (usia produktif=84%); angka kematian
tinggi dikarenakan penularan virus HIV/ AIDS
pada bayi, anak dan orang tua;
serta adanya ketimpangan sosial karena stigmatisasi terhadap penderita HIV/ AIDS
masih kuat.
I. Cara
Penularan HIV/AIDS
HIV hanya bisa hidup dalam cairan tubuh seperti : darah, cairan air mani
(semen), cairan vagina dan serviks, air susu
ibu maupun cairan
dalam otak.
Sedangkan air kencing, air mata dan keringat yang mengandung virus dalam jumlah
kecil tidak berpotensi menularkan HIV.
Penularan
AIDS dapat dibagi dalam 2 jenis :
a.
Secara Kontak Seksual
1.
Ano-Genital : Cara hubungan seksual ini
merupakan perilaku seksual dengan resiko tertinggi bagi penularan HIV,
khususnya bagi kaum mitra seksual yang pasif menerima ejakulasi semen dari
pengidap HIV.
2.
Ora-Genital : Cara hubungan ini
merupakan tingkat resiko kedua, termasuk menelan semen dari mitra seksual
pengidap HIV.
3.
Genito-Genital / Heteroseksual
Penularan
secara heteroseksual ini merupakan tingkat penularan ketiga, hubungan suami
istri yang mengidap HIV, resiko penularannya, berbeda-beda antara satu peneliti
dengan peneliti lainnya.
- Secara
Non Seksual
Penularan
secara non seksual ini dapat terjadi melalui :
1.
Transmisi Parental
Penggunaan
jarum dan alat tusuk lain (alat tindik, tatto) yang telah terkontaminasi,
terutama pada penyalahgunaan narkotik dengan mempergunakan jarum suntik yang
telah tercemar secara bersama-sama. Penularan parental lainnya, melalui
transfusi darah atau pemakai produk dari donor dengan HIV positif, mengandung
resiko yang sangat tinggi.
2.
Transmisi Transplasental
Transmisi
ini adalah penularan dari ibu yang mengandung HIV positif ke anak, mempunyai
resiko sebesar 50%. Disamping cara penularan yang telah disebutkan di atas ada
transmisi yang belum terbukti, antara lain:
Ø ASI
Ø Saliva/Air liur
Ø Air mata
Ø Hubungan sosial dengan orang serumah
Ø Gigitan serangga
Walaupun
cara-cara transmisi di atas belum terbukti, akan tetapi karena prevalensi HIV
telah demikian tinginya di Amerika Serikat, maka tetap dianjurkan :
·
Ibu yang mengidap supaya tidak menyusui bayinya.
·
Mengurangi kontaminasi saliva pada alat seduditasi pada saat
berciuman dan pada anak-anak yang mengidap HIV yang menderita gangguan jiwa dan
sering digigit serangga.
·
bagi dokter ahli mata dianjurkan untuk lebih berhati-hati
berhubungan dengan air mata pengidap HIV.
Perlu diketahui AIDS tidak menular
karena :
1. Hidup serumah dengan penderita AIDS
(Asal tidak berhubungan seksual)
2. Bersentuhan dengan penderita.
3. Berjabat tangan.
4. Penderita AIDS bersin atau balik di
dekat kita.
5. Bersentuhan dengan pakaian atau
barang lain dari bekas penderita.
6. Berciuman pipi dengan penderita.
7. Melalui alat makan dan minum.
8. Gigitan nyamuk dan serangga lainnya.
9. Bersama-sama berenang di kolam.
Kelompok Pelaku Risiko Tinggi
1.
1.Usia
·
20-34 tahun pada laki-laki
·
16-24 tahun pada wanita
2.
2.Pelancong
3.
3.Pekerja sex komersial
4.
4.Pecandu narkotik
5.
5.Homosex
1. Pencegahan melalui
hubungan seksual
HIV terdapat pada semua cairan tubuh penderita tetapi yang
terbukti berperan dalam penularan AIDS adalah mani, cairan vagina dan darah.
HIV dapat menyebar melalui hubungan seksual pria ke wanita,
dari wanita ke pria dan dari pria ke pria.
Setelah mengetahui cara penyebaran HIV melaui hubungan
seksual maka upaya pencegahan adalah dengan cara :
·
Tidak melakukan hubungan seksual. Walaupun cara ini sangat
efektif, namun tidak mungkin dilaksanakan sebab seks merupakan kebutuhan
biologis.
·
Melakukan hubungan seksual hanya dengan seorang mitra
seksual yang setia dan tidak terinfeksi HIV (homogami)
·
Mengurangi jumlah mitra seksual sesedikit mungkin
·
Hindari hubungan seksual dengan kelompok rediko tinggi tertular
AIDS.
·
Tidak melakukan hubungan anogenital.
·
Gunakan kondom mulai dari awal sampai akhir hubungan seksual
dengan kelompok resiko tinggi tertular AIDS dan pengidap HIV.
·
Tidak melakukan hubungan seks pra nikah
·
Tidak berganti-ganti pasangan
·
Apabila salah satu pihak sudah terinfeksi HIV,
gunakanlah kondom.
2. Pencegahan melalui darah
Darah
merupakan media yang cocok untuk hidup virus AIDS. Penularan AIDS melalui darah
terjadi dengan :
·
Transfusi darah yang mengandung HIV.
·
Jarum suntik atau alat tusuk lainnya (akupuntur, tato,
tindik) bekas pakai orang yang mengidap HIV tanpa disterilkan dengan baik.
·
Pisau cukur, gunting kuku atau sikat gigi bekas pakai orang
yang mengidap virus HIV.
·
Langkah-langkah untuk mencegah terjadinya penularan melalui
darah adalah:
·
Darah yang digunakan untuk transfusi diusahakan bebas HIV
dengan jalan memeriksa darah donor. Hal ini masih belum dapat dilaksanakan
sebab memerlukan biaya yang tingi serta peralatan canggih karena prevalensi HIV
di Indonesia masih rendah, maka pemeriksaan donor darah hanya dengan uji petik.
·
Menghimbau kelompok resiko tinggi tertular AIDS untuk tidak
menjadi donor darah. Apabila terpaksa karena menolak, menjadi donor menyalahi
kode etik, maka darah yang dicurigai harus di buang.
·
Jarum suntik dan alat tusuk yang lain harus disterilisasikan
secara baku setiap kali habis dipakai.
·
Semua alat yang tercemar dengan cairan tubuh penderita AIDS
harus disterillisasikan secara baku.
·
Kelompok penyalahgunaan narkotik harus menghentikan
kebiasaan penyuntikan obat ke dalam badannya serta menghentikan kebiasaan
mengunakan jarum suntik bersama.
·
Gunakan jarum suntik sekali pakai (disposable)
·
Membakar semua alat bekas pakai pengidap HIV.
·
Transfusi darah dengan yang tidak terinfeksi.
·
Sterilisasi jarum suntik dan alat-alat yang
melukai kulit.
·
Hindari pengguna narkoba.
·
Tidak menggunakan alat suntik, alat tindik, alat
tato, pisau cukur dan sikat gigi berdarah dengan orang lain.
·
Steril peralatan medis yang berhubungan dengan
cairan manusia
3. Pencegahan penularan
ibu kepada anak
Ibu
hamil yang mengidap HIV dapat memindahkan virus tersebut kepada janinnya.
Penularan dapat terjadi pada waktu bayi di dalam kandungan, pada waktu
persalinan dan sesudah bayi di lahirkan.
·
Ibu yang telah terinfeksi HIV agar
mempertimbangkan kehamilannya.
·
Tidak menyusui bayinya.
K.
Pemeriksaan Diagnostik
Tes-tes
saat ini tidak membedakan antara antibody ibu/bayi, dan bayi dapat menunjukkan
tes negative pada usia 9 sampai 15 bulan. Penelitian mencoba mengembangkan
prosedur siap pakai yang tidak mahal untuk membedakan respons antibody bayi dan
ibu :
v Hitung darah lengkap (HDL) dan
jumlah limfosit total: Bukan diagnostic pada bayi baru lahir tetapi memberikan
data dasar imunologis.
v ELISA : Mengidentifikasi antibody
yang secara spesifik ditujukan kepada virus Human Immunodeficiency Virus (HIV).
ELISA tidak menegakan diagnosa AIDS tapi hanya menunjukkan bahwa seseorang
terinfeksi atau pernah terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV). Orang
yang dalam darahnya terdapat antibody Human Immunodeficiency Virus (HIV)
disebut seropositif.
v Western bold ( uji konfirmasi yang
umum ) : mendeteksi adanya antibody terhadap beberapa protein spesifik HIV
v Kultur HIV (dengan sel mononuclear
darah perifer dan, bila tersedia, plasma).: Standar emas untuk meamstikan
diagnosis pada bayi.
v Tes reaksi rantai polymerase (
polymerase chain reaction ( PCR )
:dengan leukosit darah perifer: Mendeteksi DNA viral pada adanya kuantitas
kecil dari sel mononuclear perifer terinfeksi.
v Antigen p24 serum atau plasma:
peningkatan nilai kuantitatif dapat menjadi indikatif dari kemajuan infeksi
(mungkin tidak dapat dideteksi pada tahap sanagt awal infeksi HIV)
v Penentuan immunoglobulin G, M, dan A
serum kualitatif (IgG, IgN, dan IgA): Bukan diagnostic pada bayi baru lahir
tetapi memberikan data dasar imunoogis.
v Uji Antigen HIV: Mendeteksi Antigen HIV
v HIV, IgA, IgM: mendeteksi antibody
HIV yang diproduksi bayi
HIV menyebabkan
terjadinya penurunan kekebalan tubuh sehingga pasien rentan terhadap serangan
infeksi oportunistik. Antiretroviral (ARV) bisa diberikan pada pasien untuk
menghentikan aktivitas virus , memulihkan system imun dan mengurangi terjadinya
infeksi oportunistik, memperbaiki
kualitas hidup, dan menurunkan kecacatan.Pengobatan HIV/ AIDS
yang sudah ada kini adalah dengan pengobatan ARV
(antiretroviral) dan obat-obat baru lainnya masih dalam tahap penelitian.
Jenis obat-obat antiretroviral :
- Attachment inhibitors (mencegah perlekatan virus pada
sel host) dan fusion inhibitors (mencegah fusi
membran luar virus dengan membran sel hos). Obat ini adalah obat baru yang
sedang diteliti pada manusia.
- Nucleoside Reverse transcriptase inhibitors atau NRTI, mencegah salinan RNA virus ke dalam DNA sel hos.
Beberapa obat-obatan yang dipergunakan saat ini
adalah golongan Nukes dan Non-Nukes.
- Nucleotide reverse Integrase inhibitors atau
NtRTI,).Yang
termasuk golongan ini adalah tenofovir(TDF)
- Non- Nucleotide reverse Integrase inhibitors
atau NNRTI,). Golongan ini juga bekerja
dengan menghambat proses perubahan RNA menjadi DNA dengan cara mengikat
reverse transcriptase sehingga tidak berfungsi.
- Protease inhibitors (PIs), menghalangi enzim protease yang berfungsi memotong DNA menjadi
potongan-potongan yang tepat. Golongan obat ini sekarang telah beredar di
pasaran (Saquinavir, Ritonavir, Lopinavir, dll.).
- Immune stimulators (perangsang imunitas) tubuh melalui kurir (messenger) kimia, termasuk
interleukin-2 (IL-2), Reticulose, HRG214. Obat ini masih dalam penelitian
tahap lanjut pada manusia.
- Obat antisense, merupakan “bayangan cermin” kode genetik HIV yang mengikat pada virus
untuk mencegah fungsinya (HGTV43). Obat ini masih dalam percobaan.
- Fusion inhibitor. Yang termasuk
golongan ini adalah Enfuvirtide (T-20)
M.Cara Penularan HIV / AIDS dari Ibu ke Anak
Penularan
HIV dari ibu ke anak terjadi karena wanita yang menderita HIV / AIDS sebagian
besar masih berusia subur, sehingga terdapat resiko penularan infeksi yang
terjadi pada saat kehamilan (Richard, et al., 1997).. Penularan ini dapat
terjadi dalam 3 periode:
1.
Periode kehamilan
Selama
kehamilan, kemungkinan bayi tertular HIV sangat kecil. Hal ini disebabkan
karena terdapatnya plasenta yang tidak dapat ditembus oleh virus itu sendiri.
Oksigen, makanan, antibodi dan obat-obatan memang dapat menembus plasenta,
tetapi tidak oleh HIV. Plasenta justru melindungi janin dari infeksi HIV.
Perlindungan menjadi tidak efektif apabila ibu:
a.
Mengalami infeksi viral, bakterial, dan parasit (terutama malaria) pada
plasenta selama kehamilan.
b.
Terinfeksi HIV selama kehamilan, membuat meningkatnya muatan virus pada saat
itu.
c.
Mempunyai daya tahan tubuh yang menurun.
d.
Mengalami malnutrisi selama kehamilan yang secara tidak langsung berkontribusi
untuk terjadinya penularan dari ibu ke anak.
2.
Periode persalinan
Pada
periode ini, resiko terjadinya penularan HIV lebih besar jika dibandingkan
periode kehamilan. Penularan terjadi melalui transfusi fetomaternal atau kontak
antara kulit atau membran mukosa bayi dengan darah atau sekresi maternal saat
melahirkan. Semakin lama proses persalinan, maka semakin besar pula resiko
penularan terjadi. Oleh karena itu, lamanya persalinan dapat dipersingkat
dengan section caesaria.
Faktor
yang mempengaruhi tingginya risiko penularan dari ibu ke anak selama proses
persalinan adalah:.
a.
Chorioamnionitis akut (disebabkan tidak diterapinya IMS atau infeksi lainnya).
b.
Teknik invasif saat melahirkan yang meningkatkan kontak bayi dengan darah ibu
misalnya, episiotomy.
c.
Anak pertama dalam kelahiran kembar.
3. Periode
Post Partum
Cara
penularan yang dimaksud disini yaitu penularan melalui ASI. Diketahui bahwa ibu
yang menyusui bayinya mempunyai resiko menularkan HIV sebesar 10- 15%
dibandingkan ibu yang tidak menyusui bayinya. Risiko penularan melalui ASI
tergantung dari:
a.
Pola pemberian ASI, bayi yang mendapatkan ASI secara eksklusif akan kurang
berisiko dibanding dengan pemberian campuran.
b.
Patologi payudara: mastitis, robekan puting susu, perdarahan putting susu dan
infeksi payudara lainnya.
c.
Lamanya pemberian ASI, makin lama makin besar kemungkinan infeksi.
d.
Status gizi ibu yang buruk
N.
Pemberian
ASI dari ibu yg tertkena HIV/AIDS
Kandungan dalam Air Susu Ibu (ASI)
diduga kuat mengurangi risiko penularan HIV dari ibu kepada anak. Karena itu para
wanita yang terinfeksi HIV disarankan untuk tetap menyusui bayinya sambil terus
mengonsumsi obat ARV.
Penelitian yang dilakukan di Zambia menyimpulkan hal tersebut. Para peneliti mengumpulkan contoh ASI dari 81 wanita dengan HIV positif yang menularkan virus mereka pada bayinya selama masa menyusui, serta 86 contoh ASI dari wanita yang positif HIV tetapi tidak menularkan virus, serta 36 wanita yang tidak terkena HIV.
Para ilmuwan kemudian menganalisa sampel ASI tersebut untuk mengetahui konsentrasi karbohidrat yang disebut oligosakarida dalam susu manusia. Ada bukti kuat yang menunjukkan oligosakarida mengandung komponen aktif imunologi yang mengurangi risiko penularan virus.
Hasil penelitian yang dimuat dalam American Journal of Clinical Nutirion menemukan bahwa wanita yang ASI-nya memiliki kandungan oligosakarida dalam jumlah tinggi, beresiko lebih rendah menularkan HIV kepada bayinya dibandingkan dengan mereka yang konsentrasinya lebih rendah.
Tidak semua bayi yang dilahirkan perempuan yang HIV-positif
tertular HIV. Waktu si bayi tumbuh dalam kandungan, darah ibu dan bayinya
menjadi sangat dekat- tetapi biasanya tidak bercampur. Bila 100 ibu yang
terinfeksi HIV masing-masing melahirkan satu bayi, rata-rata 30 bayi akan
tertular HIV. Rata-rata virus akan ditularkan pada lima bayi selama kehamilan,
15 lagi pada saat persalinan, dan sepuluh bayi lagi setelah lahir melalui ASI.
Risiko penularan dari ibu-ke-bayi sangat berbeda-beda tergantung pada faktor
yang dibahas di bawah.
Ada beberapa bukti bahwa menyusui eksklusif, yaitu si bayi
menerima hanya ASI, lebih aman daripada dicampur dengan pengganti ASI (PASI),
dan bahkan dapat melindungi bayi terhadap penularan HIV pada saat persalinan.
Adalah lazim memberi air atau cairan lain sebelum ASI keluar, dan PASI
diberikan pada minggu-minggu pertama kehidupannya. Bayi tidak perlu menerima
makanan atau minuman apa pun selain ASI pada enam bulan pertama kehidupannya.
Cairan atau makanan lain menyebabkan peradangan pada lapisan usus yang dapat
memungkinkan HIV yang terdapat pada ASI dapat masuk melewati dinding usus.
Sebuah studi terbaru
melaporkan, menyusui yang membantu membentuk sistem kekebalan tubuh bayi,
mungkin menjadi pilihan terbaik bagi ibu-ibu yang terinfeksi HIV di
negara-negara berkembang. Meskipun hal itu berisiko menularkan virus AIDS pada
bayi mereka.
Secara umum, ibu yang dinyatakan HIV positif dianjurkan
untuk memberikan susu formula pada bayinya untuk membatasi risiko penyebaran
virus HIV. Namun, hal tersebut ternyata menimbulkan masalah di negara-negara
yang kesulitan air bersih dan bahan kebutuhan lainnya.
Berbicara di depan konferensi Retroviruses and Opportunistic
Infections ke-14, dokter anak dari Universitas KwaZulu-Natal Afrika Selatan, Dr
Hoosen Coovadia mengatakan bahwa jika ibu-ibu dengan HIV positif di
negara-negara berkembang diperintahkan menyusui bayinya, maka akan menyebabkan
sekitar 300.000 bayi terinfeksi HIV. Namun tindakan ini akan menyelamatkan 1,5
juta orang dari kematian akibat penyakit lainnya.
O.
Peran Bidan Dalam Menghadapi Pasien
HIV/AIDS
Pasien HIV/AIDS memiliki kebutuhan-kebutuhan khusus yang
perlu dipertimbangkan dengan menetapkan tujuan terapi sebagai berikut:
1. Membantu pasien
mempertahankan kontrol akan hidupnya dan membantu mereka menemukan mekanisme
pertahanan yang sehat, termasuk sikap yang selalu positif dalam menghadapi
begitu banyak tantangan dan stres dalam perjalanan penyakitnya.
2. Membantu pasien
menghadapi perasaan bersalah, penyangkalan, panik, dan putus asa.
3. Bekerja bersama pasien
menciptakan perasaan self-respect (menghormati diri sendiri) dan menyelesaikan
konflik mereka jika ada (misalnya homoseksualitas, penggunaan obat-obat
terlarang, dan sebagainya).
4. Membantu mereka
berkomunikasi dengan keluarga, pasangan hidup dan teman-teman mengenai penyakit
mereka dan rasa takut akan penolakan serta ditinggalkan. Juga membantu mereka
membina hubungan interpersonal yang memuaskan.
5. Membantu mereka
membangun strategi untuk berhadapan dengan krisis nyata yang mungkin terjadi,
baik dalam kesehatan maupun sosioekonomi, dan hal-hal dalam kehidupan lainnya.
P.
Tujuan
Penanggulangan HIV/AIDS
v Tujuan Umum
Mencegah dan mengurangi penularan HIV, meningkatkan
kualitas hidup ODHA serta mengurangi dampak sosial ekonomi akibat HIV/ AIDS.
v Tujuan Khusus
1. Menyediakan dan
menyebarluaskan informasi dan menciptakan suasana kondusif untuk
mendukung upaya penanggulangan HIV/AIDS, dengan menitikberatkan pencegahan pada
populasi beresiko dan lingkungannya.
2. Menyediakan
pelayanan perawatan, pengobatan, dukungan dan konseling kepada ODHA yang
terintegrasi dengan upaya pencegahan.
3. Meningkatkan
peran serta remaja, perempuan, keluarga dan masyarakat umum termasuk ODHA dalam
berbagai upaya penanggulangan HIV/AIDS.
4. Menciptakan dan
mengembangkan kemitraan antara lembaga pemerintah, LSM, sektor swasta dan dunia
usaha, organisasi profesi, dan lembaga donor baik nasional maupun internasional
di pusat dan di daerah untuk meningkatkan respons nasional terhadap HIV/AIDS.
5. Meningkatkan
koordinasi kebijakan nasional dan daerah serta inisiatif dalam
penanggulangan HIV/AIDS.
REFERENCE
1.
M.Nurs,Nursalam.2007.Asuhan
Keperawatan Pada Pasien HIV/AIDS.Edisi
Pertama.Salemba Medika.Jakarta
2.
Varney,Helen.2006.Buku Ajar
Asuhan Kebidanan .Edisi ke Empat. EGC .Jakarta.
3.
Betz.
Cecily L. 2002 . Buku Saku Keperawatan Pediatri . EGC . Jakarta
4.
Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia . 1992 . Seluk Beluk AIDS yang Perlu Anda
Ketahui. FKUI. Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar